Konsep Luka dan Perawatan Luka
1. Pengertian
Luka
adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer,
2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang
mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan
adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya
disertai dengan kehilangan substansi jaringan.
2. Klasifikasi Luka
Luka dibedakan berdasarkan :
1) Berdasarkan penyebab
a) Ekskoriasi atau luka lecet
b) Vulnus scisum atau luka sayat
c) Vulnus laseratum atau luka robek
d) Vulnus punctum atau luka tusuk
e) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang
f) Vulnus combotio atau luka bakar
2) Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan
a) Ekskoriasi
b) Skin avulsion
c) Skin loss
3) Berdasarkan derajat kontaminasi
a) Luka bersih
a) Luka sayat elektif
b) Steril, potensial terinfeksi
c) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus elimentarius, traktus genitourinarius.
b) Luka bersih tercemar
a) Luka sayat elektif
b) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal
c) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan genitourinarius
d) Proses penyembuhan lebih lama
c) Luka tercemar
a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung empedu, traktus genito urinarius, urine
b) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.
d) Luka kotor
a) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi
b) Perforasi visera, abses, trauma lama.
3. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing
(penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah
diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe
ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya
jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks
dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan
luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari
setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka
dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang
terakhir (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:4).
4. Fase Penyembuhan Luka
Proses
penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan
maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
1) Fase Inflamasi
Tahap
ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi
bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan
proses penyembuhan lanjutan.
2) Fase Proliferasi
Tahap
ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel
jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi.
3) Fase Maturasi
Tahap
ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai
berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase
ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan
jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi
vaskularitas luka (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:1).
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan
luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan
suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses
penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang
bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).
1) Faktor
Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta
(hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
2) Faktor
Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan,
radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan
(InETNA,2004:13).
6. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi
dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda.
Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi
dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka (InETNA,2004:6).
7. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam
manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka,
penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan
jahitan.
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakankulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub,
savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid
dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang
kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
4) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
b) Merkurokrom
(obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah,
mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak
(korts)
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
2) Basa
ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan
aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam
proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan
cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap
luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan
pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal
saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang
bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap
liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas
308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
c. Pembersihan Luka
Tujuan
dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
d. Penjahitan luka
Luka
bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan
atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau
per tertiam.
e. Penutupan Luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
f. Pembalutan Pertimbangan
dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian
kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,
infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah
berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik prinsipnya
pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan
diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi
(Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar