Sistem koloid,
yang terdiri dari koloid sol,
emulsi, dan
buih masing-masing mempunyai
sifat-sifat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak penjelasan
berikut ini:
|
|||||||||||||||||||||||||||
A. Pembagian
Koloid Sol
Seperti yang telah dijelaskan, sol
merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat padat.
Berdasarkan medium pendispersinya, sol dapat dibagi
menjadi:
a. 1.
Sol Padat
Sol padat merupakan
sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah paduan logam,
gelas berwarna, dan intan hitam.
b. Sol
2.
Sol Cair (Sol)
Sol cair merupakan
sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah cat, tinta,
tepung dalam air, tanah liat, dll.
c. Sol3.
Sol Gas (Aerosol
Padat)
Sol gas
merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah debu
di udara, asap pembakaran, dll.
B.
Sifat-Sifat Koloid Sol
1.
Efek Tyndall
Efek
tyndall
ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris.
Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek
tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar.
Pada saat larutan sejati
(gambar kiri)
disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak
akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid
(gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu
terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang
relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada
larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan
yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.
Gerak Brown
Jika kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan
melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag.
Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown.
Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa
bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan
gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk
system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan
partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel
koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh
karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung
tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag
atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak
Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid,
semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa
gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat
padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu
system koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki
partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari
partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula
sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin
lambat.
3.
Adsorpsi koloid
Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas,
maka pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada
permukaan zat padat tersebut. Fenomena ini disebut
adsorpsi. Beda halnya
dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke
dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat
tersebut.
Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi
partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan
(kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat luas.
4.
Muatan Koloid Sol
Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel
koloid pasti mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh
karena muatannya sejenis, maka terdapat gaya tolak menolak antar
partikel koloid. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak
mau bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Namun
demikian, system koloid secara keseluruhan bersifat netral karena
partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan menarik ion-ion dengan
muatan berlawanan dalam medium pendispersinya. Berikut ini adalah
penjelasannya:
a.
Sumber Muatan Koloid Sol
Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu
dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.
i. Proses Adsorpsi
Proses
adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap
partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel koloid
menjadi bermuatan. Jenis
muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah
anion atau kation.
Sebagai
contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif) mempunyai
kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga
sol Fe(OH) 3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3
(bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya
sehingga bermuatan negatif.
Partikel koloid sol
tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung
pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol
AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag+
berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat
pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol
AgCl akan bermuatan negatif.
ii. Proses
Ionisasi
Gugus
Permukaan
Partikel
Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus
yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein
dan koloid sabun/ deterjen.
a.
Pada koloid protein:
Koloid ini
adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan
basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan
muatan pada molekul-molekul protein.
Pada pH
rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2
akan menerima proton (H+) dan membentuk gugus –NH3+
NH2
+ H+
à
-NH3+
Pada pH
tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+ dan membentuk gugus
–COO-
COOH
+ H+
à
–COO-
Maka,
partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan bermuatan
negatif pada pH tingi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel
protein bermuatan netral karena muatan -NH3+
–COO- saling meniadakan menjadi netral.
b. Pada
koloid sabun / deterjen
Molekul
sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul koloid. Pada konsentrasi
relatif pekat, kedua molekul ini dapat bergabung dan membentuk
partikel-partikel berukuran koloid yang disebut misel. Lalu zat-zat yang
tergabung dalam suatu fase pendispersi dan membentuk partikel-partikel
berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.
Sabun
adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-Na+.
Di dalam air partikel ini akan terionisasi.
R-COO-Na+
à
R-COO- + Na+
Anion
Anion-anion
R-COO- akan bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut
dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat, sedangkan COO-
larut dalam air sehingga berada di permukaan yang
bersentuhan dengan air.
b. Kestabilan Koloid
Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya
tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan
mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu,
selain gerak Brown,
muatan koloid
juga
berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.
c.
Lapisan Bermuatan Ganda
Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan
yang sejenis yang didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari medium
pendispersinya. Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda
muatan dengan system koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan
yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama
ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid menarik ion-ion
dengan muatan berlawanan dari medium pendispersi. Sedangkan lapisan
kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari medium pendispersi
terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut tijelaskan
pada lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara
keseluruhan bersifat netral.
d.
Elektroforesis
Oleh karena partikel sol bermuatan listrik, maka
partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan ini disebut
elektroforesis. Untuk lebih
jelas, mari kita lihat tabung berikut di samping.
Pada gambar, terlihat
bahwa partikel-partikel koloid bermuatan positif tersebut bergerak
menuju elektrode dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju
elektrode positif.
e.
Koagulasi
Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral,
maka akan terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi.
Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi.
Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu
1.
Menggunakan prinsip elektroforesis
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang
bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini
mencapai elektrode, maka system koloid akan kehilangan muatannya dan
bersifat netral.
2.
Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif,
maka muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
3.
Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel
koloid yang bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation)
dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan
mengasorpsi ion negative (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas,
maka terjadi proses koagulasi.
4.
Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara
partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal
ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid.
Akibatnya partikel tidak bermuatan.
f.
Koloid pelindung
Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi
relatif besar disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil.
Sedangkan jika partikel terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang
cukup kecil, maka disebut koloid liofob yang bersifat kurang stabil.
Yang berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.
Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan
elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid
pelindung yaiut koloid liofil.
Berikut ini penjelasan yang lebih
lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:
- Koloid
liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik
yang cukup besar
antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh,
disperse kanji, sabun, deterjen.
- Koloid
liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya
tarik-menarik yang lemah atau
bahkan tidak ada sama sekali antar fase
terdispersi dan medium pendispersinya. Contoh, disperse
emas, belerang
dalam air.
C.
Pembuatan Koloid Sol
Ada dua dasar metode pembuatan koloid sol, yaitu metode kondensasi dan
metode dispersi.
1.
Metode Kondensasi
Metode di mana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung
membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Proses ini melibatkan
penggabungan partikel-partikel larutan (atom, ion). Hal ini dilakukan
melalui beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi rangkap, hidrolisis,
redoks, dan penggantian pelarut.
a.
a.
Metode kondensasi
i.
DReaksi
dekompi. Reaksi dekomposisi rangkap
-
-
- Sol
As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S
perlahan melalui larutan As2O3 dingin sampai
terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang
As2O3 + 3 H2S
à
As2S3 (koloid) + 3H2O
-
-
Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 dan larutan HCl encer.
AgNO3 + HCl
à
AgCl (koloid) + HNO3
ii.
ii.
Reaksi Hidrolisis
-
-
-
Sol Al(OH)3
dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih
AlCl3 + 3H2O
à
Al(OH)3 (koloid) + 3HCl
-
-
Sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari rekasi hidrolisis garam Fe
dalam air mendidih
FeCl3 + 3H2O
à
Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl
iii.
iii.
Reaksi redoks
-
Sol Au daoat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya menggunakan
pereduksi organik formaldehida HCHO
2AuCl3 + 3HCHO + 3H2O
à
2Au (koloid) + 6HCl + 3HCOOH
iv.
iv.
Penggantian pelarut
Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam
alcohol seperti etanol. Jadi, untuk membuat sol belerang dengan medium
pendispersi air, belerang dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol sampai
jenuh. Stelah iut, larutan belerang dalam etanol ini ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Belerang akan menggumpal
menjadi partikel koloid akibat penurunan kelarutan belerang dalam air.
2.
Metode Dispersi
Metode
di mana partikel-partikel besar dipecah menjadi partikel-partikel
berukuran koloid yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya.
Caranya dapat berupa cara mekanik maupun peptisasi
i.Car i.
Mekanik
Pengertian dengan cara mekanik adalah penghalusan
partikel-partikel kasar zat padat dengan penggilingan untuk membentuk
partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan disebut
penggilingan koloid.
Alat
penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi
berlawanan. Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat
tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang
terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk
membuat system koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah
koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.
ii.
ii.
Cara peptisasi
Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi system koloid
dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud adalah
elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis, atau pelarut tertentu.
Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3 ditambahkan
elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis)
maka Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi
ion-ion Fe3+ tersebut. Sehingga, endapan menjadi bermuatan
positif dan memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid.
Beberapa contoh lain
:
-
- Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S
kedalam endapan NiS
-
-
Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl
-
-
Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke
dalam endapan Al(OH)3
iii.
Cara busur Bredig
Cara
busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam seperti Ag, Au, dan Pt.
Alat yang digunakan dapat disimak pada gambar berikut.
Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid digunakan
sebagai elektrode. Dua elektrode logam dicelupkan ke dalam medium
pendispersi (air dingin) sedemikian sehingga kedua ujungnya saling
berdekatan. Kemudian kedua elektrode diberi loncatan listrik. Panas yang
timbul akan menyebabkan logam menguap. Uapnya kemudian akan
terkondensasi dalam medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini
berupa partikel-partikel koloid.
D.
Pemurnian Koloid Sol
Partikel
dari zat pelarut bisa mengganggu kestabilan koloid sehingga harus
dimurnikan. Ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu dialisis,
elektrodialisis, dan penyaring ultra.
1.
Dialisis
Pergerakan ion-ion dan molekul kecil melalui selaput semipermeabel (yang
tidak dapat dilalui partikel koloid) disebut diasis. Percobaannya dengan
menaruh sistem koloid pada selaput semipermeabel, lalu menaruhnya di
air. Zat yang terlarut di dalam air kemudian akan keluar dari selaput
itu, sedangkan system koloid tidak. Lalu air dialirkan sehingga
mengambil zat-zat yang terlarut.
2.
Elektrodialisis
Elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah pengaruh medan
listrik.
Listrik
tegangan tinggi dialirkan melalui 2 layar logam yang menyokong selaput
semipermeabel. Kemudian, partikel-partikel zat terlarut dalam system
koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju electrode dengan muatan
berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik pempercepat proses pemurnian.
3.
Penyaring Ultra
Apabila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan,
maka ukuran pori-pori akan berkurang. Kertas saring ini telah
dimodifikasi menjadi penyaring ultra.
|
|||||||||||||||||||||||||||
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis
koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian,
berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi:
1. Emulsi Gas (Aerosol Cair)
Emulsi gas merupakan emulsi
di
dalam medium pendispersi
gas. Aerosol cair seperti hairspray dan baygon, dapat membentuk system
koloid dengan bantuan bahan pendorong seperti CFC. Selain itu juga
mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.
2. Emulsi Cair
Emulsi cair merupakan emulsi
di dalam
medium pendispersi cair.
Emulsi cair melibatkan
campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika
dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah
satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak.
Sifat emulsi cair
yang penting ialah:
1.
Demulsifikasi
Kestabilan emulsi
cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi,
penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi.
2.
Pengenceran
Emulsi
dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.
3.
Emulsi Padat atau Gel
Gel
merupakan emulsi didalam
medium pendispersi zat padat. Gel dapat dianggap terbentuk akibat
penggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-partikel
sol akan bergabung membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini kemudian
akan saling bertaut sehingga terbentuk suatu struktur padatan di mana
medium pendispersi cair terperangkap dalam lubung-lubang struktur
tersebut.
Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:
1.
Gel elastis
Gel yang bersifat
elastis, yaitu dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan kembali ke
bentuk awal jika gaya ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.
2.
Gel non-elastis
Gel yang bersifat
tidak elastis, artinya tidak berubah jika diberi gaya. Contoh adalah gel
silika.
|
|||||||||||||||||||||||||||
Buih
merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian,
berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:
1.
Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan
medium pendispersi zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara
atau CO2. Kestabilan buih diperoleh karena adanya zat pembuih
(surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat
gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya adalah
buih yang dihasilkan alat pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat
buih cair ialah:
§ Struktur
buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan medium
pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda,
rusaknya film antara dua gelembung gas, dan ukuran gelembung gas menjadi
lebih besar akibat difusi.
§ Struktur
buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.
2.
Buih Padat
Buih
padat adalah sistem
koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat padat.
Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa
buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll.
Sebagai
catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase
terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya
tergolong sebagai larutan.
|
Minggu, 20 Januari 2013
Koloid
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar